Sunday, October 11, 2015

Drama Rikcshaw


Buat yang sudah pernah ke India pasti udah gak asing lagi dengan moda transportasi yang satu ini; Rikcshaw (dibaca: ˈrikˌSHô). Ya, kendaraan roda tiga ini emang selalu ada di hampir semua negara berkembang, khususnya Asia.

Anyway, di India ada 3 jenis Rickshaw; 

  1. Yang pertama Auto-rickshaw, yang dijalankan menggunakan mesin (kalo di Jakarta kita nyebutnya Bajaj, bentuknya sama plek, gak ada bedanya ama yang di Ibu kota)
  2. Yang kedua adalah Rickshaw Manual atau yang dijalankan dengan mengayuh pedal layaknya sepeda (mirip becak, tapi sopirnya di depan)
  3. Dan yang terkahir adalah Rickshaw (fully-manual) alias yang dijalankan hanya dengan menggunakan tenaga kaki manusia sebagai roda ketiganya, jadi sang driver akan berlari (layaknya kuda delman) sembari menggeret penumpangnya--yang leha-leha mempesona dikursi penumpang.

Dari ketiga jenis Rickshaw di atas, saya hanya pernah mencoba 2 jenis, auto-rickshaw dan rickshaw manual yang menggunakan pedal. Saya belum memberanikan diri menggunakan rickshaw jenis terakhir dengan alasan 'perikemanusiaan dan perikeadilan' alias 'gak-tega-bo-kasian'. :((

Di post ini saya akan berbagi pengalaman saya selama menggunakan moda transportasi super-keceh ini.

Tips Naik Rickshaw di India

Have A Deal Before Going
Layaknya transportasi tradisional manapun, di sini kita harus punya keahlian tawar-menawar. Karena kalau enggak, tarif yang harusnya-murah bisa jadi mencekik karena sopirnya yang pasang tarif seenak udel. Gimana caranya tahu tarif yang sebenarnya? Tanya orang lokal, bisa polisi, penjual minum, pengamen, banci lewat, dll.

"I would like to go to Humayun's Tomb?" Tanyaku kepada salah satu sopir rickshaw di belantara kota Delhi.

"A hundred and fifty!"

"Kitna?" Tanyaku melotot.

"A hundred and fifty!"

"Sixty!" Tawarku.

"Hahaha. Are you kidding?" Tanyanya nyinyir.

"No. I'm not kidding. That police said to me that it's only sixty!" Ucapku sambil nunjuk pak polisi yang sebelumnya menginfokan informasi tarif rickshaw.

Si driver pun langsung bete dan bilang, "Alright then, get on!"

"Sixty?" Tanyaku mastiin.

"YES! SIXTY! SIX and ZERO!" Jawabnya kzl.

Saya pun ngakak beser sambil nungging di atas rickshaw.

Tegas
Banyak travelers yang gak bisa ngasih informasi yang jelas tentang tujuannya, alhasil mereka akan jadi sasaran scam para sopir rickshaw hidung belang. Contohnya saya. Saat itu saja baru saja tiba di Delhi, sekeluarnya dari Delhi Metro Station, saya langsung dikerubutin para sopir rickshaw yang kesemuanya agresif.

"Where do you want to go, Serrr?" Tanya seorang driver rickshaw (manual rickshaw) dengan logat Indlish (Indian-English)-nya yang super kental.

"I would like to go to my hostel, I already booked a hostel. It's on Paharganj."

"Sure! I'll take you there."

Setelah make a deal soal harga saya pun duduk manis di atas rickshaw. Awalnya saya merasa kasihan melihat si driver, yang bertubuh cungkring ini susah payah menggenjot pedalnya di jalanan kota Delhi yang panasnya bisa bikin homo insyaf, belum macet, apalagi saat lewat tanjakan, rasanya pengen loncat turun dan bilang, 

"Udah, pak. Cukup. Saya jalan aja." Kemudian saya tetap membayarnya penuh sembari melenggang pergi meninggalkan sang driver dalam keadaan terharu karena sifat dermawanku. 

...........

Sayangnya saya belum cukup dermawan untuk melakukan hal tersebut, jadinya saya tetep leyeh-leyeh di atas rickshaw. Maaf ya, Pak!

Setelah beberapa saat, si driver pun menghentikan kayuhannya dan bilang, "Well, this is Paharganj, and it's your hotel!" Ucap si sopir dengan muka heppy sambil nunjuk hotel buluk gak jelas.

Saya bengong.

Seorang pria yang duduk di depan teras hotel pun menghampiri kami dengan ramahnya, "Hi, bhaiya! Welcome! Come! Come! Come!"

Oke fixed gue kena scam. Saya terdiam sesaat mengumpulkan nyali untuk membantai orang-orang ini.

"Nehi. It's not my hostel!" Ucapku.

"Ah, don't worry, I can give you cheap price, friend." Ucap si abang hotel.

Hint: Sama seperti kebanyakan tempat turistik di manapun, banyak sopir transportasi tradisonal yang sudah bekerjasama dan menjalin relasi dengan berbagai jaringan hotel dan toko-toko souvenir, jika mereka berhasil mendatangkan pelanggan maka komisipun dapat mereka unduh.

"OKE? Come!" Tambah si abang,

Saya pun mulai naik pitam kepada sopir rickshaw itu, muka saya mulai berubah dari sawo matang menjadi ijo ingus. Sambil ngeluarin handphone buat nunjukin e-voucher hotel yang sudah saya booked jauh-jauh hari via online, saya bilang ke supir rickshaw-nya,

"This is my hoStel with "S", See?" Sambil nunjuk layar hape, "I already paid my hostel. You got it? And this is not my f*cking hostel. Please, take me to my hostel! NOW!"

Si driver pun langsung ketakutan, kalang kabut ngayuh pedal dan mengantar saya ke hostel, saya pun langsung mengakses Google Map yang ada di hape saya, supaya tidak tertipu lagi. Sorry, ya, pak! Hehe. India emang keras, jadi saya harus tegas! Kalau gak tegas, saya yang dilibas. #asekk

Give a clear information about your destination.
Sama seperti kasus sebelum ini, sebenarnya scam terjadi karena kita gak kasih clear information tentang destinasi kita, sehingga jadi sasaran empuk mereka, deh!

Scam kedua menghampiriku saat (lagi-lagi) di Delhi (Delhi emang parah tingkat scam-nya). 

"Where you go?" Tanya seorang sopir rickshaw.

"New Delhi railway station."

"Alright, come!"

"Kitna?"

"200 hundred"

"Nehi, Eighty!"

"Hahaha. Are you kidding?" 

"No. I'm not kidding. That lady informed me that it's only 80!" Saya mengeluarkan jurus andalan.

"Alright, get on!"

Saya merasa menang.

Selama perjalanan, sang driver mencoba sok akrab dengan menanyakan dari mana saya berasal, berapa lama tinggal di India, udah punya suami istri atau belom, sampai agama. Si dia pun langsung bertransformasi menjadi guide dadakan, dengan menyebutkan setiap nama tempat yang kita lewati plus sejarahnya. Cukup menyenangkan, ya? Emang. Tapi hal menyenangkan tersebut, seketika sirna saat dia menghentikan rickshaw-nya sambil bilang,

"Well, finally, now we are on the railway station!" ucap si driver nyengir.

Sopir ini ternyata membawa saya ke Old Delhi railway station, yang artinya semakin jauh dari tempat tujuan saya, New Delhi railway station.

"It's Old Delhi. Not New Delhi." ucapku ketus.

"You said Old Delhi railway station."

"I said NEW Delhi, not OLD Delhi!" bola mata saya nyaris mencelat keluar karena saking geramnya.

"You only pay 80, so I take you to Old Delhi. If you want New Delhi you have to pay me 200 hundred because New Delhi is too far!" jawabnya songong.

VANGKEEE!!! 

Karena saat itu kondisi lagi capek sehingga saya pun malas berdebat. Seketika saya langsung turun, membayar supir itu sambil melenggang pergi.

Baru jalan kaki 2 menit, eh, si sopir itu ternyata masih membuntuti saya sambil bilang,

"Oke, I'll take you to New Delhi! Get on!"

"No pay again?" Tanyaku mulai hilang amarah.

"Of, course. Pay again. 2 hundred."

"Alright. No. Thanks. I'll just walk." Jawabku mulai bete (lagi)

Baru 1 menit jalan. Supir bangke bin sialan binti keparat itu lagi-lagi menghampiriku sambil bilang, "OK! OK! OK! My friend, I'll take you to New Delhi!"

Saya pun menghentikan langkah sambil pasang muka bete tanpa berucap sepatah katapun. Suasana hening dan kami saling bertatapan selama beberapa detik. Bila di-film-kan adegan ini mungkin mirip sinetron di mana cewek cabe-cabean lagi ngambek ama terong-terongannya.

"Seriously, You want to go to New Delhi, right? I'll take you there. It's only 150 rupees!"

Saya pun langsung balik badan sambil berteriak, "We are done, Asshole!"

HUFT, KZL, ZBL, BETG!

Cari Yang Jujur (Ini yang agak langka)
Gak semua cerita tentang supir rickshaw itu jelek. Saat terkena scam di Old delhi di atas saya sempat terpuruk, dan merasa kapok untuk naik rickshaw (setidaknya untuk sesaat).

"Serr, where you go?" tanya seorang driver.

"I'm going no where! I just want to walk!" jawabku galak.

Tetapi dasar kaki gue manja, beberapa menit jalan akhirnya capek juga, hingga saya akhirnya memutuskan untuk naik rickshaw. Saya pun celingak-celinguk mencari seorang supir dari sekian banyak supir yang kiranya bukan pembohong ataupun pendusta.

Dasar India, sebelum menentukan pilihan, pilihan selalu datang menghampiri duluan. Seorang bapak-bapak driver berhidung mancung, agak kurus dengan berewok yang sudah mulai beruban menghampiriku.

"@^((*$*($****(@&$&&$???" tanyanya dalam bahasa Hindi.

"New Delhi railway station?" tanyaku.

"Chalo!" ajaknya semangat.

"Kitna?"

"Ek hundred."

Hmm. Seratus. Dari awal tawaran dia sudah reasonable. Tapi naluri kere saya tetap muncul.

"Seventy?" tawarku manja.

Si sopir diam beberapa detik dan selanjutnya bilang, "Acha!"

"New Delhi railway station, Haa?"

"Haa!"

"Seventy?"

"Haa!" Jawabnya mantap.

Dalam perjalanan ke stasiun, si sopir tidak banyak omong, mungkin karena dia tidak terlalu bisa bahasa Inggris. Saat tiba di stasiun pun dia hanya meng-oleng-kan kepalanya (khas orang India) sambil tersenyum--yang mengisyaratkan bahwa, "Udah sampe nih, cuy!"

Karena terkesan dengan kejujuran bapak sopir ini, saya pun memberikan selembar 100 rupees saya ke dia, sambil bilang, "No change!" 

Sang sopir pun tersenyum.

"Sukriya!", ucapnya senang, tentunya tak ketinggalan dengan gaya kepala olengnya.

Intisari: Ya. Sebanyak-banyaknya pembohong, tetap aja ada orang jujur, kok. Percaya, deh! :))

------------------

Cek video gue naik rickshaw di sini dan di situ.
Follow Instagram gue di sini buat apdet foto-foto dan video (gak) penting gue. Hehe.

Manual Rickshaw

Ini bapak yang baik hati <3