Sunday, December 13, 2015

Mimisan di Kashmir


Kashmir.

Mendengar namanya saja darah saya langsung berdesir, bibir saya kedutan, adrenalin saya membuncah.

Sebenarnya Kashmir tidak masuk dalam itinerary kunjungan saya ke India, tetapi melihat semua kota yang sudah saya kunjungi--Delhi, Kolkata, Agra, Jaipur, Jodhpur--semuanya panas dan saya gak mau kulit ini makin gosyong, maka saya pun membulatkan tekad untuk mengunjungi daerah paling berbahaya di utara India ini. Demi menghunjunginya, saya harus membatalkan tiket kereta Jodhpur - Jaisalmer saya. 5 jam sebelum berangkat saya pun book tiket pesawat menuju Kashmir *cipok kartu kredit andalan*

Kasmir adalah sebuah wilayah yang terletak paling utara dari negara India. Luas wilayahnya mencakup 3 negara, Pakistan di barat laut, India di bagian tengah dan barat laut, dan Tiongkok di bagian timur laut. Wilayahnya sampai saat ini masih menjadi sengketa antara ke tiga negara tersebut. Bila di lihat di Google Map terlihat jelas bahwa wilayah Kashmir ini dibatasi garis putus-putus (bukan garis tebal perbatasan suatu negara), yang menandakan bahwa nasib wilayah ini masih ngambang (seperti hubungan kita #eaa).

Berikut fakta yang saya temukan ketika mengunjungi Kashmir:

Sunday, October 11, 2015

Drama Rikcshaw


Buat yang sudah pernah ke India pasti udah gak asing lagi dengan moda transportasi yang satu ini; Rikcshaw (dibaca: ˈrikˌSHô). Ya, kendaraan roda tiga ini emang selalu ada di hampir semua negara berkembang, khususnya Asia.

Anyway, di India ada 3 jenis Rickshaw; 

  1. Yang pertama Auto-rickshaw, yang dijalankan menggunakan mesin (kalo di Jakarta kita nyebutnya Bajaj, bentuknya sama plek, gak ada bedanya ama yang di Ibu kota)
  2. Yang kedua adalah Rickshaw Manual atau yang dijalankan dengan mengayuh pedal layaknya sepeda (mirip becak, tapi sopirnya di depan)
  3. Dan yang terkahir adalah Rickshaw (fully-manual) alias yang dijalankan hanya dengan menggunakan tenaga kaki manusia sebagai roda ketiganya, jadi sang driver akan berlari (layaknya kuda delman) sembari menggeret penumpangnya--yang leha-leha mempesona dikursi penumpang.

Dari ketiga jenis Rickshaw di atas, saya hanya pernah mencoba 2 jenis, auto-rickshaw dan rickshaw manual yang menggunakan pedal. Saya belum memberanikan diri menggunakan rickshaw jenis terakhir dengan alasan 'perikemanusiaan dan perikeadilan' alias 'gak-tega-bo-kasian'. :((

Di post ini saya akan berbagi pengalaman saya selama menggunakan moda transportasi super-keceh ini.

Tuesday, August 18, 2015

Iming-iming Swimming


Salah satu kelemahan dari kebanyakan travelers Indonesia--termasuk saya--adalah tak lain dan tak bukan; gak bisa berenang.

Menurut kamu apa sih yang menjadi alasan kenapa traveler Indonesia banyak yang gak bisa berenang? Mari kita bahas satu-per-satu:

Kenangan buruk
Bukan hanya kenangan buruk dengan mantan atau kenangan buruk disodomi temen SMA (lha? yang ini serius bukan gue!) saja yang bisa membekas di hati, tetapi pengalaman buruk ketika berenang di masa kecil juga bisa membuat kita phobia. Saya salah satunya. Pada saat SD saya pernah disodomi tenggelam di kolam renang yang cukup dalem, untungnya pada saat itu ada anak SD lain yang jago renang yang akhirnya menyelamatkan saya. Mulai saat itu saya tidak akan mau lagi berenang ataupun belajar berenang. 

Kurangnya Fasilitas
Coba jawab pertanyaan berikut:
- Apakah setiap sekolah punya lapangan sepak bola? Mayoritas iya. 
- Nah sekarang, sekolah mana yang mempunyai kolam renang khusus buat para muridnya? Ada sih, tapi sangat jarang. 

Padahal menurut saya, olahraga berenang gak kalah penting daripada sepak bola. Selain menjaga kebugaran, skill berenang bisa menjadi bekal penyelamatan diri (contoh: ketika tsunami atau banjir), coba bayangkan bila warga Aceh semuanya bisa berenang, bisa dipastikan bahwa korban tsunami pada Tahun 2004 tidak akan sebanyak itu.

Untuk itulah, pelajaran berenang harusnya dimasukkan dalam kurikulum sekolah! MARI BIKIN PETISI! (kok jadi kayak demo gini, yah?)

Takut item
Mau jujur atau enggak, di Indonesia masih banyak orang yang rasis--termasuk saya--yang menganggap kulit item itu jelek, kumuh, jorok, kampungan, kotor, gak hedon, dan lain-lain. 

Monday, August 10, 2015

Cerita Dari Kusamba



Saya masih inget, pasir di pantai itu berwarna hitam pekat, mirip pasir di Pantai Parangtritis di Jogja tapi lebih legam lagi. Kira-kira itemnya kayak kulit saya lah. #exotizgelak

Saya mah orangnya gak rasis, sehingga pasir yang warnanya itempun tetep looks gorgeous for me. Siang itu, terlihat beberapa bapak-bapak sedang bahu membagu untuk menaikkan muatan yang akan dibawa ke pulau sebrang, Pulau Nusa Penida. Yep, saya sedang di Bali saat tulisan ini saya ketik.

As per recommendation from @duaransel dalam video ini, akhirnya saya horny untuk menjamah desa unik ini (bahasa lampu merahnya mulai keluar). Pantai Kusamba terletak di Desa Kusamba, sebuah desa pesisir Bali bagian Timur. Saya gak sempat cari tahu kenapa tempat ini bisa dinamain Kusamba (Apa mungkin dulu para warganya hobby nari Samba?). Yang pasti, saat itu, di pantai ini hanya ada satu turis--yaitu, the one and only, Gue!

Kaki buluk ini menuntun saya menuju sebuah gubuk dengan halaman lapang di depannya. Ketika saya mendekat, seorang Ibu bercaping (topi lebar khas petani-Red) menghentikan langkah saya.

"Hopp! Berhenti di situ saja!"