Wednesday, August 14, 2013

Air Terjun Penganten (Bisulan)

Bicara tentang tempat-tempat indah eksotis nan bombastis bin erotis pasti pikiran kita akan langsung ngepot menuju spot yang belum terjamah, terekspos ataupun terendus oleh khalayak. #BahasaSilet

Sebagian orang --termasuk saya-- pasti berpikir bahwa able to explore the new exotic place is keren banget! Dan karena saya termasuk cowok yang masih ABABIL (Abege Bau bAn moBIL) terkadang timbul sesuatu ego yang membuat saya penasaran dan terpancing untuk menemukan tempat eksotis yang CTAR CTER tersebut (pecut kalee CTAR CTER). Tapi setelah kejadian ini saya tersadar bahwa Explorer Dongo + Obsesi Kepo = PETAKA!

Petaka ini di mulai ketika saya iseng browsing info tentang sebuah air terjun di sebuah blog (yang saya udah lupa namanya). Letak air terjunnya berada di sekitar area pegunungan Wilis. Di situ --dengan keji dan tak berperi-- sang penulis memajang gambar air terjun yang indahnya ngalahin "air terjun penganten bulan madu". Sorga banget!

Saking terpesonanya dengan air terjun tersebut --kita sebut saja saja Air Terjun Pengantin Bisulan karena saya sudah lupa namanya-- saya bergegas mendatangi Gunung Wilis tempat bersemayamnya Air terjun Pengantin Bisulan.

FYI tentang Gunung Wilis: Gunung Wilis adalah sebuah gunung non-aktif yang terletak di Pulau Jawa, Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Dengan ketinggian 2552 meter, gunung ini mempunyai kawasan hutan hutan gunung yang sangat aduhai. Obyek wisata Gunung Wilis yang paling banyak adalah air terjun (Salah satunya, ya, Air Terjun Pengantin Bisulan). Gunung Wilis mempunyai puncak yang berada di perbatasan antara lima kabupaten yaitu Kediri, Tulungagung, Nganjuk, Madiun, Ponorogo.

Nah, kali ini saya akan lewat jalur Kediri.

Karena lokasinya yang gak terlalu jauh, sayapun mendatangi Gunung tersebut dengan perlengkapan seadanya (tanpa tenda, tanpa bekal minum, tanpa bekal makan). Pikir saya, "Halah kesitu doang kok kayak mau ke Everest aja! Hih Rempong!" (Kenthir, kan? Pffft!) 

Si penulis blog itu pun menjelaskan bahwa rute menuju Air Terjun tersebut sangatlah mudah di jangkau. Hanya 1 km jalan kaki masuk hutan langsung ketemu. Tanpa babibubebo, saya bersama 'jenglot piaraan' saya, Agista, berangkat menyusuri pegunungan Wilis yang luar biasa indahnya.


---------------------------

10.00: Nyampe di kampung terakhir menuju Air Terjun Pengantin Bisulan, kami menitipkan motor ke rumah penduduk. 


"Dek, titip motornya, yah?" 

"Mas, mau kemana?" Tanya beberapa bocah-bocah yang lagi nongkrong di depan rumahnya.

"Mau ke Air Terjun Pengantin Bisulan, dek. Jauh, gak?" 

"Oh, enggak, kok, sekitar 1 km jalan kaki, aja, mas."

Oke. Berarti apa kata blog itu memang benar adanya. 


Setelah kasih ongkos limarebuan ke bocah tersebut, saya dan Agista menyusuri jalanan pegunungan yang luar biasa becek dan licin karena saat itu lagi puncaknya musim ujan. Beberapa kali saya sempat berpapasan dengan warga sekitar dan menanyakan,

"Pak, Bu, Air Terjun Pengantin Bisulan apa masih jauh?"
 

"Masih 1 km lagi, mas, jalan teruuus aja!"

"OKE!"

10.30: Pemandangan sekeliling hanya bukit yang berselimut pepohonan rimbun dan lebat. Disini kami masih bisa nemu manusia. Jadi, kami kembali bertanya,

"Pak, Bu, Air Terjun Pengantin Bisulan apa masih jauh?"
 

"Masih 1 km lagi, mas, jalan teruuus aja!"

"OKE!"

Jawaban yang sama. Saya mencoba tetep sabar dan berpikir positip. Mungkin udah deket dan mereka memang gak pernah ngukur jarak air terjunnya.
 
11.30: Kaki sudah mulai ngambek kecapekan. Karena sudah masuk area hutan, gak banyak pula manusia yang lewat. Tapi begitu nemu seorang kami pun langsung tanya lagi, 

"Pak, Air Terjun Penganten Bisulan masih berapa jauh, yah?"

"Masih 1 km lagi, mas, teruuus aja!" 

SELAKANGAN TRENGGILING!!!! Udah hampir 2 jam kami jalan dan mereka tetep bilang "Masih 1 km lagi, mas, teruuus aja!"? *banting pembalut*

"Terusin gak, nih?" Saya bertanya ke Agista.


"Terusin, donk! Sayang, kan, udah sejauh ini."

Sambil nelen ingus saya jawab, "OKE!"

12.00: Hutan semakin lebat kabut sudah mulai menyeruak, dingin mulai melanda. Kami mulai kehausan plus kelaparan.

"Whoaaa, gue haus! Tadi kenapa gak beli bekal dulu, sik?"


Sebelum sempat menjawab, Agista teriak, "Eh itu ada Ibu-ibu lagi nyari kayu bakar, coba kita tanya lagi tempatnya masih jauh apa udah deket." Dan gue yakin pasti udah deket.

"Bu, numpang tanya, Air Terjun Penganten Bisulan apa masih jauh, yah?"

"Oh, masih jauh, mas, sekitar 2 km lagi, mas, naik teruuuuuus aja!" Ucap si Ibu sambil nunjuk-nunjuk puncak gunung.

SELAKANGAN PYTHOOOON!!! Tadi 1 km sekarang kok malah 2 km? HEH?! *banting diri*

"Gimana? Diterusin, gak?" Sekarang gantian si Agista yang bertanya.

Karena udah sejauh ini, dengan nada sok tegar, saya pun menjawab, "KITA HARUS NEMUIN AIR TERJUN ITU. HARUSS!"

12.30: Perjalanan pun dilanjutkan dengan medan yang mulai menajak dengan pepohonan pinus lebat berkabut menimbulkan kesan mistis bak film Twilight. Andai saat itu ada Edward Cullen dan Bella, pasti mereka udah saya ajak trisam. Ngahihihi.

"Ngaso dulu, yuuuk!" Gue merengek. Agista yang sama-sama sekarat pun hanya mengangguk gak bisa ngomong apa-apa lagi.


Kaki mulai protol, dengkul gemeteran, perut laper, napas ngos-ngosan. 

BRUUK! Saya menggelepar ke tanah.
 

Hauuuss!

Mirip zombie sakau haus darah, saya tergopoh-gopoh mencari sumber air --yang katanya sudekat-- tapi gak nemu. Saya gak menyerah, pandangan saya tertuju ke cawan-cawan penampung getah karet pohon pinus yang digenani oleh air hujan.

"Keliatannya bening, nih!" Gumamku dalam hati. Setelah satu tegukan,  

"Gleg! BWEEEH!" 

Saya menyembur, karena ternyata air tersebut sudah tercampur dengan getah karet yang sudah pasti pahit buangeeet! 

Huaaa! Hauuus!

13.00: Pemandangan sekeliling makin horror. Cahaya matahari hampir gak bisa masuk. Kabut makin tebal. Suasana mencekam sunyi. Hanya suara burung hutan dan jangkrik seriosa yang terdengar. Tanda-tanda penampakan air terjun juga belum kelihatan. 

Kami terus jalan -> ngesot -> sampe akhirnya melata karena saking gempornya. Puncaknya, kami dibuat shocked ketika kami tiba di jalan buntu dengan ujung sebuah jurang yang menganga hebat.

"..............." 

Suasana senyap selama beberapa detik. Saya dan Agista hanya bisa saling pandang. Dan tanpa bertanya, "Lanjut, gak?" kami pun lari terbirit-birit ketakutan.

Krosaakkk! Krosaakk! Kami ngibrit sekencang-kencangnya untuk kembali turun gunung. Pikiran positip kami sudah sirna berganti dengan pikiran "jangan-jangan-kami-di-tipu-penduduk-sekitar-sampai-akhirnya-kami-tersesat-gak-bisa-pulang-dan-mereka-memakan-kami-bulat-bulat." Hiii...

15.00: Butuh perjuangan antara hidup dan sekarat, untuk bisa turun gunung dengan selamat. Setibanya di kampung --diluar dugaan-- Para penduduk dengan akrab bertanya  kepada kami,

"Wah, mas-masnya yang tadi udah balik. Gimana, mas, air terjunnya? Bagus, kan?"

Karena gak mau malu dan disebut sebagai 'Pendaki Gagal' maka kami pun menjawab, "WOH! BUAGUUS PWOOL!" 


*nangis kojel-kojel*

( T_______T)/|Aer Terjun Penganten Bisulan|

Nemu pohon ini. Kayak pohon Sakura, yak? ^^

(ɔ '́ '̯̀)ɔ SEPATUKUUUH!

Dan kabut pun turun. Mencekam!
Andai saat itu kami bawa Tahu bulat + Akua segalon, pasti tak seperti ini