Wednesday, December 18, 2013

Jagalah "Dia"

Perhatian, postingan ini mengandung perbuatan yang tercela. Plis, jangan ditiru, yah, adek-adek! 

Beginilah nasib traveler kere (bukannya ngaku-ngaku kere, tapi emang beginilah adanya. Gak percaya? Belahlah dompetku! *isinya daun singkong*) apa-apa masih harus minjem. Dulu waktu masih awal-awalnya suka traveling, sebelum berangkat jalan-jalan, ritual pertama yang saya lakukan adalah nyari pinjeman ransel. Kere banget, kan? Ransel aja masih minjem. *nangis lewat udel*


Tapi lambat laun, seiring berjalannya waktu, saya akhirnya sadar, bahwa saya gak bisa melulu pinjem ransel punya temen. Maka mulai lah saya menabung dan kerja serabutan demi memiliki sebuah ransel. Dari hasil banting daging, syuting striptis serta jual beha diri, akhirnya...

"KROMPYYAAAAAANNNKKK!!!!"

Celengan komodo kesayanganku itu akhirnya luluh lantak berserakan di lantai kamarku, perjuanganku berbuah manis, saya akhirnya bisa beli ransel sendiri dengan merk GT-MAN. \(^_^)/

Betewe, barang yang (sampai saat ini) belum bisa saya beli untuk memenuhi "birahi traveling" adalah... KAMERA. Harga kamera yang mehong abis memaksa saya untuk membeli celengan kuda nil (kapan penuhnya, yak?). Sembari menunggu celengan kuda nil penuh, saya pun (sampai saat ini [lagi]) masih harus pinjem kamera punya temen. 

Namanya juga barang pinjeman, saya pun harus menjaganya dengan baik, melebihi nyawa saya. #etdah!

"Jaga baik-baik kamera gue, yah... Jangan sampe dia tergores sedikit pun. Elo harus bahagiain dia lahir batin!" Ucap temenku.

"Lo, mau minjemin kamera, apa mau minjemin pacar lo?" Jawab gue keheranan.

Selanjutnya, kamera milik teman saya itu pun akhirnya berpindah ke tangan saya, dan saya harus menjaganya seperti "wasiat" dari temen saya itu. Menjaganya lahir dan batin!

"Iyah. Aku janji akan menjaganya selalu, kawan. Walau apapun yang terjadi. Ciyus!" Kami pun berpelukan dan guling-guling diatas jerami. (Ya, enggak, lah!) :D


Perjuangan menjaga "kamera pinjeman" itu bukan perkara mudah, banyak aral rintangan yang harus saya hadapi untuk menjaga kamera itu utuh hingga kembali ke tangan pemiliknya.

Tragedi Payung:

Saya masih inget betul peristiwa itu. Ketika itu saya masih kuliah dan sedang melaksanakan study tour dengan teman-teman sekampus ke Bali. Setibanya di destinasi pertama, tepatnya di Tanjung Benoa, ketika sedang asyik-asyiknya foto-foto pake kamera (pinjeman) mahal, hujan pun mengguyur dengan ganasnya. Saking derasnya, saya gak sempat untuk melarikan diri untuk berteduh. Kalau pun mau berteduh, kamera nya keburu modar karena kebasahan.

"Waduh, hujan deres, nih, cong! Kameranya Bejo (nama sebenarnya-red) gimana, nih?" Teriakku panik.

"Mampus! Deres banget lagi... Lu pinjem payung siapa sanah!" Ucap Agista gak kalah panik.

Tanpa babi-dan-babu, saya pun merebut (paksa) payung milik salah satu temen, sambil bilang:

"Eh, pinjem payungnya, yah, bentaaarr!"

"Loh? Loh? Loh? Gue juga kehujanan, inih!" Teriak temen saya.

"Halaah, bentar! Elu kan gak bawa apa-apa, gue bawa kamera MAHAL!" Ucapku maksa.

"HEH, PULPEN MERK PIXY, BALIKIN, GAK?"

"GAK!" jawabku sekenanya.

Anyway, setelah kejadian itu, selama berbulan-bulan, saya dimusuhin ama si pemilik payung.

"Lo, gue, END!" Ucap temenku ngamuk sambil banting kotek!

Hiks!


Tragedi Tas Kresek:

Pagi itu... impian saya untuk bisa ber-snorkeling di kepulauan Karimunjawa hampir saja batal, hujan rintik-rintik disertai mendung membuat pemandangan laut menjadi surem. Batinku, "Ah, alamat ini gak bisa snorkeling." Saya pun tertunduk lesu sambil garuk-garuk anu. #eh.

"Ayoo, semuanya naik!!! Naik! Kita berangkat!" Teriak sang pemandu.

Antara senang dan gamang numpuk jadi satu. Senang karena kapal akhirnya berangkat, gamang karena takut kapalnya kenapa-kenapa karena ombak.

Tanpa menghiraukan tanda bahaya, kapal pun akhirnya tetap berangkat. Ditengah laut, yang-saya-takutkan akhirnya kejadian. Ombak ganas menghantam kapal kami, angin kencang (tapi bukan puting pake beliung) menerjang. Kapal kami terombang-ambing persis seperti film "Life of PI". #Halah!

Yang bikin saya heran, dengan ombak sedemikian ganasnya. Penumpang lain malah bersorak kegirangan setiap kapal kami dihantam ombak dengan posisi kapal yang miring semiring-miringnya. Air laut muncrat kemana-mana. Tubuh kami pun teles kebles!

"WOHOOOO!!! YEAAAH! WUUUUUW!" HAHAHA" Jerit mereka keasyikan.

Apakah saya ikut senang? Oh, harusnya iya. Kapan lagi bisa merasakan sensasi menantang seperti ini?

"Mas takut, yah? Kok, pucat gituh?" Tanya sang pemandu yang keheranan melihat saya gelisah, gak seperti penumpang lainnya yang kesurupan, "Gak usah takut, mas... Kan masnya udah pake pelampung. AMAN, KOK!" Tambah sang pemandu.

"AMAN GUNDULMU? KALO KAMERA (pinjeman) GUE YANG EKSPENSIP INI KELELEP KENA AER GIMANA? LO MAU GANTIK? HAH?" Aku menjerit (tentunya) dalam hati. 

Setelah menenangkan pikiran, perlahan aku berbisik ke tante-tante sebelah yang lagi happy banget menikmati ombak,

"Mbak..."

"HIYAHAHAHA! APA, DEK? HIYAHAHAHA SERU, YA, DEK? HIYAHAHAHA!" Teriak si tante yang masih kesetanan.

"Mbak punya tas kresek, gak?"

"Punya, kamu mabok, yah?"

"ENGGAAAAK! eh, enggak..." Aku menurunkan nada suaraku takut gak dikasih tas kresek. Brengsek!

"Trus kresek buat apa?"

"Buat bungkus kameraku, nih. Takut kena air." Pintaku sok melas.

"Yaudeh, nih, ambil, mau berapa?"

"Semua!"

Eniwei, 1 bungkus berisi puluhan tas kresek itu akhirnya ludes habis untuk membungkus kamera (pinjeman)-ku.  Si tante yang tadinya songong kini cuma bisa terbengong heran sambil berucap seolah tak percaya, "Ya, ampun, dek... Itu tas kresek abis buat bungkus kamera semua?"

Saya hanya bisa cengengesan gak jelas sambil membatin, "Bodo amat, yang penting kamera (pinjeman) gue aman, sehat walafiat, lahir dan batin. Huh!"

------------ TAMAD (pake D) ------------

Sesaat sebelum badai

Badai pun mulai melanda.
KERE(N)!