Wednesday, July 6, 2016

Mudik Bikin Begidik


Let me share to you pengalaman paling dahsyat sepanjang hayat (yang sekaligus bikit tobat) saat naik pesawat. Anehnya, pengalaman buruk naik pesawat yang saya alami selalu terjadi saat saya menunaikan ritual terpuji--yang bertujuan untuk silaturahmi dengan handai taulan serta bagi-bagi angpau lebaran, bernama MUDIK!

Mudik 2016 (Jakarta - Surabaya)

Awalnya tubuh ini ngantuk berat pas pesawat mau take-off, bahkan saya tak sempat liat pramugari dan pramugara (yang menggoda itu) melakukan peragaan keselamatan karena ketiduran. Saat pesawat baru aja terbang, suasana syahdu seketika buyar saat saya mendengar semua penumpang menjerit ketakutan!

Ada yang menjerit, "AAKKK!"

Ada yang manggil-manggil emaknya, "AAAKK! MAMAAH!!!"

Ada pula yang baca Surat Yasin.

Opo toh iki?

Saya pun terbangun dan mendapati bahwa pesawat kami sudah dikepung oleh awan pekat yang entah dari mana datangnya (ya dari langit lah, cong!), padahal pas nyampe bandara cuaca lagi cerah banget secerah hati para muslimin dan muslimah yang abis bayar zakat fitrah.

"AASTAGFRULLAHHH!!!" penumpang menjerit kembali.

Pesawat kami kembali tersentak dan hampir terpelanting! Tangan saya langsung berkeringat, tubuh panas dingin, bola mata saya melotot mau loncat melihat pemandangan mengerikan di balik jendela pesawat. Belum sempat narik napas, pesawat kami kembali oleng, kali ini sempat anjlok ke bawah! Seketika seluruh penumpang menjerit gak karuan, mirip orang naik wahana roller coaster di Dufan!

"AAAAKKKKK!!!!"

"ALLOHHHUAKBAAARRR!!!

"MAMAAAAHHH!

Chaos parah!

Untungnya pilot pesawatnya lumayan lihay, hingga akhirnya mereka menambah ketinggian untuk menghindari awan laknatullah itu.

Muka seluruh penumpang semua pucat. Kedua penumpang di samping saya pelukan ketakutan, padahal sama-sama cowok. #dibahas

Suasana hening.

(((THUNG)))

Suara tanda sabuk pengaman telah dipadamkan berbunyi dengan nyaringnya mengagetkan kami yang masih dalam kondisi "what the f*ck was that?!". Gak lama kemudian para pramugari langsung ngacir jualan dagangan seolah tidak pernah terjadi apa-apa.

"Bapak, nasi ramesnya? Untuk persiapan buka puasa beberapa menit lagi?" seorang pramugari senyum-senyum sambil nawarin nasi rames kotak, "Nasi liwet juga ada loh, pak!"

Ini pesawat apa warteg, sih?

"Mbak, tadi itu apa?" saya bertanya, masih agak linglung.

"Ini nasi rames, Pak."

"Enggak, maksud saya, tadi kenapa kok pesawatnya oleng gitu? Serem, mbak! Saya gentar"

Dengan santainya, mbak-mbak pramugarinya bilang, "Oh, itu tadi hanya turbulensi ringan, Bapak tidak perlu khawatir, karena saat ini tanda sabuk pengaman sudah dipadamkan sehingga sudah aman."

Ringan stoking lo motif tahu bulat?!! Iya, sekarang aman, tadi bikin jantung copot, njir! Ahhh tutup kokakola!

Moral of Story:

- Saya salut kepada para flight attendants, kondisi seperti di atas tampakya sudah jadi menu rutin mereka saat terbang. Nyali mereka juara! Saya yakin, Preman Grogol pun pasti bakal nangis terkencing jika mengalami turbulensi seperti di atas.

----------

Adegan mencekam saat naik pesawat juga pernah terjadi, lagi-lagi saat mudik. Kali ini terjadi saat perjalanan balik dari Surabaya ke Jakarta.

Mudik 2015 (Surabaya - Jakarta)

Puas melepas kangen dengan keluarga di Kediri, saya pun harus balik ke Jakarta buat cari sejumput nasi lagi. 

“Selamat datang di pesawat Emprit Airlines, perjalanan Surabaya – Jakarta memakan waktu 1 jam 20 menit. Bla… bla… bla…” Saya asyik mendengarkan pramugari ngomong.

Pesawat kami pun terbang manja membelah langit Surabaya yang cerah merona. Window seat kembali mejadi pilihan saya sehingga saya bisa dengan leluasa melihat pemandangan dari jendela pesawat. Beda dengan naik pesawat di siang hari, naik pesawat di malam hari bagi saya lebih menarik, dari atas kelihatan lampu-lampu kota berkerlipan, kece abis! Bila sedang di atas laut, biasanya akan kelihatan setitik cahaya mengambang (putri duyung lagi maen petasan, mungkin?).

Lagi asyik melihat pemandangan luar, sang pilot, dengan suara serak-serak basahnya, memberikan pengumuman via load speaker:

“All passengers, prepare for landing!”

Ih, gak terasa udah nyampe aja! Hatiku riang. Kemudian pramugari memberikan aba-aba untuk persiapan landing, mulai dengan menyuruh penumpang mengencangkan ikat pinggang sampai menegakkan sandaran hati tempat duduk.

Proses Landing (dan Take-off) adalah proses paling krusial dalam sebuah penerbangan. Kenapa? Karena pada saat itu pesawat dalam kecepatan tinggi. Goncangan pun biasanya terjadi pada saat seperti ini dimana pesawat harus menerjang awan. 

Yang saya takutkan pun terjadi:

“GRADAKKK! GRADAKKK!” Pesawat terpontang panting miring ke kiri dan ke kanan!

Dari atas sudah kelihatan kerlap-kerlip lampu Jakarta. Namun secara tiba-tiba, dalam hitungan detik, pandangan itu hilang seketika tertutup awan tebal. Setelah saya perhatikan dengan seksama dari luar jendela, terlihat jelas awan hitam tebal telah mengepung kami, bahkan saya sempat melihat kilatan cahaya menyilaukan dari balik awan!

PETIR!

KYAAA, PETIR! 

OTHOKEEE???!

Beberapa menit terombang ambing gak jelas, pilot pun mencoba force landing lagi dengan menerjang awan-awan itu. Kami seperti sedang berenang di dalam gumpala busa detergen!

“GRADAKKK! GRADAKKK!”

Pesawat kami kembali berguncang! 

Sekitar 10 menit melayang-layang tanpa kepastian, si pilot akhirnya memberikan pengumuman yang menyesakkan dada:

“Para penumpang yang terhormat… Emmm… (suara pilot bergetar) Saat ini kita gagal untuk melakukan pendaratan dikarenakan cuaca yang kurang baik. Demi keselamatan bersama, maka kita akan kembali ke Surabaya sambil menunggu cuaca membaik. Kami mohon maaf atas ketidaknyamannya. Terima kasih.”

Pesawat pun putar balik menuju Surabaya. Dalam perjalanan balik semua penumpang masih hening seribu bahasa, beberapa ada yang cuma bisa melotot dengan tatapan kosong ke arah jendela karena saking takutnya. Saya? Saya cuma bisa berdoa semoga bahan bakar pesawat ini cukup untuk balik ke Surabaya. Soalnya di atas awan kan gak ada Pom Bensin, kalo habis di tengah jalan kan berabe!

Atas berkat rahmat yang maha kuasa, akhirnya pesawat kami berhasil landing di Jakarta Surabaya.

Beberapa penumpang langsung mengerubuti pramugari menanyakan apa yang sebenarnya terjadi dan bagaimana kelanjutan penerbangan ini. Petugas bandara menginfokan bahwa pesawat akan beristirahat sejenak untuk mengisi ulang bahan bakar sembari menunggu cuaca langit Jakarta kembali bersahabat.

Beberapa penumpang bahkan lebih memilih untuk membatalkan penerbangan:

"Kalau batal, gak ada refund lho, ya!" Ucap petugas maskapai Emprit Airlines.

“Gimana, ma?” Tanya si suami.

“Gak papa, Pa! Pokoknya mama gak pengen terbang lagi! Gak akan lagiiii” Ucap si istri parno.

Lagi asyik mendengar suami-istri itu berdebat, mas-mas gendut di samping saya, yang sepanjang perjalanan tadi tertidur pulas, tiba-tiba nyolek lengan saya sambil bertanya, 

“Mas, kok jam segini pesawatnya belom terbang? Bukannya jadwal terbangnya pukul 21:00? Delay, ya?"

GLODAK!

----------------

Moral of Story:
- Biapun naik pesawat adalah opsi paling cepat untuk sampai ke kampung halaman (tanpa perlu macet-macetan di jalan), namun opsi ini juga bisa jadi sarana paling cepat.... ke pangkuan illahi. Huahahaha!

- Anyway, apapun moda transportasinya, yang penting jangan lupa berdoa supaya selalu dalam lindungan-NYA! 

Saya jadi teringat pesan emak saya di kampong, di mana beliau selalu berpesan kepada saya untuk selalu berdoa sebelum melakukan sesuatu, contohnya:

Naik Lift:
"Le, kantor kamu ada berapa lantai?" Tanya emakku kepo.

"50 Lantai, mak!"

"Apah? Capek donk tiap hari naik tangga?"

"Naik lift lah, mak!"

“Hati-hati ya, le… Kalo mau naik lift ke kantor jangan lupa baca Bismillah dulu, biar selamet.”  ucapnya serius.

"................"

Naik Pesawat:
"Le, pulang kampung nanti naik apa?" tanya emak melalui telpon.

"Pesawat, mak!"

“Hati-hati ya, le… Sebelum naik pesawat baca Qur’an dulu, 30 juz, biar selamet” 

“…………..”


Hiii, atuuut!!! >,<