Sunday, May 21, 2017

Gorgan, Bawa Perasaan


[Cerita berikut ini adalah lanjutan dari cerita sebelumnya "Bocah Kampung Goes to Iran (baca dulu biar nyambung)]

"You are from Malaysia? No need Visa. You are our brother. Welcome to Iran." ucap bapak-bapak petugas imigrasi dengan senyum ramahnya ke warga Malaysia.

"Hey, you! Where are you from?" Mimik muka si bapak berubah 390 derajat saat melihat saya.

"I... Indonesia, sir..." Jawabku gugup.

"Insurance? Done?" Tanyanya jutek.

Saya mengangguk sambil menyerahkan paspor serta formulir pengajuan VOA saya.

"Wait, over there! NEXT!!!" Ucapnya sambil ngusir.

Duh, aku iri dengan perlakuan mereka ke warga Malaysia. AKU IRIIII DAN DENGKIII!


Setelah 2 jam menunggu, visa Iran yang saya idam-diamkan selama 4 tahun akhirnya menempel elegan di Paspor tercinta.

Saya begegas keluar bandara untuk bertemu Amir (Mas-mas Couchsurfer) yang janji menjemput saya di Arrival Gate. Saya celingak melihat muka cakep orang-orang Iran yang berseliweran, tak lupa saya buka hape buat nyocokin foto si Amir. Gak ketemu. Sialnya, saat pertama kali ke sana WiFi mereka kacrut, gak bisa konek (apa hape gue yang terlalu keren?)

Kita janji bertemu pukul 11 malam, dan sekarang pukul 2 pagi, mungkin si Amir sudah pulang; begitu pikirku saat itu. Saya pun memutuskan untuk beli SIM card di bandara supaya bisa connect internet. Begitu connect, saya langsung kirim pesan WhatsApp ke Amir buat infoin kalo saya sudah berhasil dapet Visa, plus minta maaf karena telat keluar imigrasi.

Dalam hitungan detik, Si Amir membalas, "Friend, I was waiting for 2 hours but you did not show up. Do you want me to take you now?"

Saya jawab, "Gak usah, bro, gue naik taxi aja, nanti kalo balik aja, kita ketemu di Kota Tehran."

"OK, here give you the hostel address in Farsi, please provide it to the taxi driver."

---------

Pukul 09:00:
Saat masih nyenyak ngulet di kamar hostel, si Mas Supri nelpon saya kembali minta maaf karena gak bisa nampung saya di rumahnya. Saya, jawab oke, gakpapa, nanti kalo dia udah selesai benahin rumahnya yang kebanjiran kita ketemu.

Pukul 15:00: 
Belum puas terpukau dengan Kota Tehran serta manusia-manusianya yang luar biasa cantik dan ganteng, saya menerima pesan singkat dari follower Instagram saya. Namanya Ali, dia tinggal di Gorgan (salah satu wilayah paling utara Iran, berbatasan langsung dengan Turkmenistan). Dia mengundang saya untuk berkunjung dan menginap di rumahnya. Saya langsung iyain, karena kota perbatasan adalah tempat favorite saya.

Pukul 16:00: 
Saat itu pula saya langsung beli tiket bus menuju ke Gorgan. Perjalanan tempuh sekitar 8 jam.

Pukul 20:00: 
Si Ali menelpon saya...

"Halo?" Suara saya menggelegar di dalam bus.

(hening)

"Halo?"

"Salam..." Pertama kali saya dengar suara Si Ali.

"Salam..." Jawabku.

"...."  Dia hening.

"...." Saya juga hening...

"How are you?" Tanyaku.

"No English." Jawabnya tegas.

"MATIH KOWE! GIMANA KITA NANTI MAU KOMUNIKASI KALO LO GAK BISE NGOMONG ENGLISH?" Teriakku dalam hati.

"OK. Then. Back to WhatsApp!" Saya langsung minta dia putus telepon karena gak ada gunanya.

Pukul 21:00: 
Si Ali mengirimkan pesan di WhatsApp, isinya:

"Hi, Hassan. I'm Hossein. Ali's friend. Ali can't speak English. He is waiting for you here in Gorgan. We can't wait to see you."


Ternyata selama ini dia chat dengan saya dibantu oleh temennya. Nasib saya kian tak menentu beberapa pertanyaan berkecamuk dalam kalbu:
- Gimana nanti cara kita komunikasi?
- Gimana kalo saya mau beol di rumahnya? Apa iya saya harus pake bahasa Tarzan trus sambil jongkok plus ngeden?
- Gimana kalo ternyata dia adalah komplotan ISIS? Trus minta saya bikin video mewek sambil mata saya ditutup kain item. Hiii...

Saya pun tertidur dengan berjuta teka-teki yang masih belum terjawab.

Pukul 23:30: 
Ali kembali mengirimkan pesan via WhatsApp yang kali ini pake bahasa Persia, yang kalo diartiin pake Google Translate adalah:

"Where are you?"

Saya langsung buka Google Translate dan menjawab,

"Haduh, ini bus-nya masih sampe Kota Sari (2 jam dari Gorgan). Ini bus jalannya pelan banget kek pengantin bisulan. Lo masih mau nunggu?" tanyaku.

"Yes." Jawab dia singkat.

Pukul 02:00: 
Bus kami sampai di Kota Gorgan. Dengan batere henpon yang tinggal 15% saya pun langsung menelpon Ali dan memberikan henpon saya ke Sopir bus. Mereka berdua sempat ngobrol sekitar semenit, yang saya gak ngerti artinya, tapi intinya. Si Supir bus bilang ke saya, "Your friend is waiting for you at the terminal now. Don't worry I'll get you there."

Pukul 02:30: 
Pagi buta, bus kami baru nyampe di Terminal Gorgan (Telat 2 jam dari perkiraan). Semua orang turun, tinggal saya yang ada di bus. Saat bergebas mau turun, saya melihat sesosok pemuda cakep berdiri di pintu bus sambil ngomong ke sopir. Si sopir nunjuk saya, dan moment itu pun terjadi...

(Back-sound ala-ala felem India pun menggema).

Si Ali menghampiri saya seolah dalam mode Slow-motion, dia tersenyum dengan mata berkaca-kaca, dia tampak khawatir karena bus kami telat. Dia memeluk saya dan memberikan dua kecupan di pipi kiri dan kanan yang bikin saya seketika meleleh dan baper.

Si sopir ketawa ngakak, melihat muka saya yang merah karena culture shock. HUAHAHAHA!

Si Ali adalah tipikal mas-mas pedesaan Iran yang baik dan (sedikit) polos, dengan muka khas Persia, putih, berewokan dan tinggi menjuntai. Saat masuk mobil, si Ali hanya tersenyum kegirangan.

"What?" Tanyaku.

Dia buka hapenya dan ngetik di Google Translate yang artinya, "You here. Me happy." Si dia kembali memeluk saya.

Tubuh saya kembali lunglai plus mimisan aspal.

----
Apa yang terjadi dalam perjalanan saya selanjutnya? To be continued soon.

A post shared by Hassan Hans (@travelerkere) on

A post shared by Hassan Hans (@travelerkere) on